Curhat si Introvert

"Dear diari, ku ingin bercerita..

Sewaktu remaja, diari adalah media tempat curhat saya melampiaskan keluh kesah. Buku kecil bergambar boneka, dengan lembaran kertas beraroma khas.

Dulu saya mungkin tipe introvert yang kerap melakukan kegiatan sendiri, memilih dalam berteman dan ketika sikap kelewatan, suka menyesal, tersiksa satu harian.

Kondisi ini terjadi karena saya kurang paham berkata-kata. Tapi masih nyambung dan aktif ketika lawan bicara membuka percakapan.

Namun dibalik itu, sebenarnya saya kurang suka bersosialisasi. Takut salah berucap. Selalu ragu, apakah ini benar, apa ini salah, pantas gak ini diucapkan, harus gak saya ngomong gini, selalu menjadi dilema tersendiri. Dan akhirnya, saya lebih memilih diam.

Curhat si introvert
Curhat si introvert


Dengan alasan simpel itu, saya sering terjebak dalam mindset sendiri, yang menjadikan saya cenderung pemalu, bahkan dicap sombong.

Teman saya dari jaman sekolah bisa dihitung dengan jari. Teman akrab cuma satu, dan ke mana mana selalu berdua. Naik gunung, kongkow di mall, nonton fashion show, bahkan saking dekatnya saya sering tidur di rumahnya.

Bahkan lucunya lagi, ketika teman saya dekat sama satu cowo, pas jalan pertama dia ngajak saya, ya pasti dong saya nolak, emang enak tukang pukul nyamuk. 

Teman saya ngomong balik, "udah lu ikut aja, cowo itu juga bawa temannya kok, ntar lu ada temannya, kali aja lu jodoh juga ma dia". Eh.. ucapan adalah doa, tu cowo emang benaran jalan bareng saya.

Seiring berjalan waktu, lingkungan kerja perlahan merubah jiwa pendiam saya. Ke introvert-an saya perlahan membaik. Saya mulai bergaul dan berinteraksi dengan banyak orang. Melihat setiap kepribadian dari sudut pandang berbeda. Lumayan aktif berbicara, namun masih tak berinisiatif bercakap dengan orang baru.

Aktif berbicara, namun masih selektif memilih teman. Saya akan dekat dan akrab dengan orang yang aktif dan gak bawel. Jadilah teman saya waktu itu, kurang lebih 8 orang, 5 team kerja dan 3 lagi teman satu mess. 

Setelah menikah, saya merasa jadi pribadi berbeda. Pertambahan usia membuat saya lebih wise. Gak introvert (tertutup), bukan juga ekstrovet (terbuka), tapi lebih ke ambivert, sikap menyesuaikan keadaan. 

Satu yang saya sadari dari sikap introvert dulu, semua dipicu oleh tingkat kepercayaan diri yang rendah, saya merasa kurang pede dibandingkan teman. Teman saya sih fine fine aja, cuma saya nya saja kurang nyaman.

Beralih ketika punya anak satu, mental tetap stabil. Saya masih suka pergi bareng teman satu kerjaan. Karakter saya berubah, dulu gak suka bersosialisasi, sekarang malah sebaliknya.

Di rumah pun, saya hanya bicara seperlunya saja. Gak ada omelan, gak bawel aman sentosa. 

Semua diuji ketika mempunyai dua anak. Mental saya seakan diuji. Saya mulai berucap 20 ribu kata perhari. Hal yang gak pernah terjadi dalam hidup saya. 

Lelah, letih sepulang kerja, sudah ditunggu dengan setumpuk pekerjaan, belum lagi rumah yang bertebaran mainan dan potongan-potongan kertas. Spontan omelan, bawelan serta merta keluar. 

Saya berubah suka ngomel di rumah, belum lagi paksu yang gak mau tau dengan keadaan rumah. Makin nambah tuh perbendaharaan kata. Daripada saya tahan, mending dikeluarin jadi omelan.

Saya bisa ambil kesimpulan dari pengalaman sendiri, kenapa karakter seseorang bisa berubah?
  1. Berubah pengaruh lingkungan
  2. Berubah sesuai berjalannya waktu dan pertambahan usia.
  3. Mulai membuka diri, dan terpengaruh orang lain.
  4. Sadar konsekwensi bila bertahan di karakter yang sama.

Sekarang anak-anak mulai beranjak remaja, saatnya self healing, kata anak gaul sekarang. Self healing terbaik saat ini adalah berdamai dengan diri sendiri, enjoy my life, and istighfar is the best solution for any problem.


No comments

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan.